Sabtu, 28 November 2015

PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perkembangan Sosial dan Kepribadian
·         Pengertian Perkembangan Sosial
Hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

B.     Karakteristik Perkembangan Sosial dan Kepribadian
a)      Pada Usia Anak-Anak
Pada awal masa kanak-kanaknya, biasanya anak-anak akan mengidentifikasi dirinya dengan ibu atau ayahnya atau orang lain yang dekat dengannya. Sedangkan pada masa-masa selanjutnya sesuai dengan perkembangan pergaulan dan pandangan anak-anak mulai mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh, pahlawan-pahlawan, pimpinan masyarakat atau orang-orang yang berprestasi dalam bidang olah raga dan sebagainya.

b)      Pada Usia Remaja
Pada masa remaja, remaja cenderung berfikir dengan pengetahuan dan keyakinan mereka tentang masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial. Remaja awal telah mempunyai pemikiran-pemikiran yang logis, tetapi dalam pemikiran logis ini mereka seringkali menghadapi kebingungan antara pemikiran orang lain. Menghadapi keadaan ini pada remaja berkembang sikap egosentrisme, yang berupa pemikiran-pemikiran subjektif logis dirinya tentang masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam masyarakat atau kehidupan pada umumnya. Egosentrisme remaja seringkali muncul atau diperlihatkan dalam hubungan dengan orang lain, mereka tidak dapat memisahkan perasaan dia dan perasaan orang lain tentang dirinya.
Perbedaan Profil Perkembangan Pemikiran
Sosial dan Moralitas Antara Siswa SLTP dengan Siswa SLTA
No
Siswa SLTP (Remaja Awal)
Siswa SLTA (Remaja Akhir)
1
Diawali dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul dengan banyak tetapi bersifat temporer
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif serta bertahan lebih lama
2
Adanya ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat komformitas yang tinggi
Ketergantungan kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat, dan sebagainya
3
Adanya ambivalensi antar keinginan bebas dari dominasi pengaru orang tua dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tuanya
Mulai dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasannya mana yang harus dirundingkan dengan orang tuanya
4
Dengan sikapnya dan cara berpikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya (orang dewasa)
Sudah dapat memisahkan antara nilai-nilai dengan kaidah-kaidah normatif yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat keliru atau kesalahan
5
Mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya



c)      Pada Usia Dewasa
Usia di atas 20 tahun dikelompokkan sebagai usia dewasa. Kelompok usia dewasa dibagi lagi menjadi kelompok usia dewasa muda (usia 20 tahun sampai usia usia 40 tahun) dewasa (usia 40 tahun sampai dengan 65 tahun) dan dewasa lanjut (usia 65 tahun ke atas). Tiap rentang usia memiliki karakteristik sendiri, tetapi karakteristik tersebut tidak sedinamis dan beragam seperti karakteristik perkembangan pada rentang-rentang usia sebelumnya. Hampir seluruh aspek kepribadian mencapai puncak kematangannya pada akhir masa adolesen, atau masa dewasa muda.

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Kepribadian
·         Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2.      Kematangan Anak  
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula  menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan   pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

5.      Kapasitas Mental, Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan    sosial    anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

·         Perkembangan Kepribadian
Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti fisik, sosial, kebudayaan, spiritual).
1.      Fisik
Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacat), dan keberfungsian organ tubuh.

2.      Intelegensi
Tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Idividu yang intelegensinya tinggi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3.      Keluarga
Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.

D.    Pengaruh Perkembangan Sosial dan Kepribadian Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau  merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam  pikirannya. Disamping itu pengaruh egosentrisme sering terlihat, diantaranya berupa :
1.      Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.      Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan  kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.

E.     Implikasi Perkembangan Sosial dan Kepribadian terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
1.      Lingkungan Keluarga
Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu :
a.       Pola asuh bina kasih (induction)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.

b.      Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak  dapat menerimanya.

c.       Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya

2.      Lingkungan Sekolah
Di dalam mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang secara maksimal.

3.      Lingkungan Masyarakat
a)              Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b)              Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar