BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perkembangan Sosial dan Kepribadian
·
Pengertian Perkembangan
Sosial
Hubungan sosial merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan
sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat kompleks. Pada
jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain
demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan
bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan
antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Syamsu Yusuf (2007)
menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
B.
Karakteristik Perkembangan
Sosial dan Kepribadian
a)
Pada Usia Anak-Anak
Pada awal masa
kanak-kanaknya, biasanya anak-anak akan mengidentifikasi dirinya dengan ibu
atau ayahnya atau orang lain yang dekat dengannya. Sedangkan pada masa-masa
selanjutnya sesuai dengan perkembangan pergaulan dan pandangan anak-anak mulai
mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh, pahlawan-pahlawan, pimpinan
masyarakat atau orang-orang yang berprestasi dalam bidang olah raga dan
sebagainya.
b) Pada Usia Remaja
Pada
masa remaja, remaja cenderung berfikir dengan pengetahuan dan keyakinan mereka
tentang masalah-masalah hubungan pribadi dan sosial. Remaja awal telah
mempunyai pemikiran-pemikiran yang logis, tetapi dalam pemikiran logis ini
mereka seringkali menghadapi kebingungan antara pemikiran orang lain.
Menghadapi keadaan ini pada remaja berkembang sikap egosentrisme, yang berupa
pemikiran-pemikiran subjektif logis dirinya tentang masalah-masalah sosial yang
dihadapi dalam masyarakat atau kehidupan pada umumnya. Egosentrisme remaja
seringkali muncul atau diperlihatkan dalam hubungan dengan orang lain, mereka
tidak dapat memisahkan perasaan dia dan perasaan orang lain tentang dirinya.
Perbedaan Profil Perkembangan Pemikiran
Sosial dan
Moralitas Antara Siswa SLTP dengan Siswa SLTA
No
|
Siswa SLTP (Remaja Awal)
|
Siswa SLTA (Remaja Akhir)
|
1
|
Diawali
dengan kecenderungan ambivalensi keinginan menyendiri dan keinginan bergaul
dengan banyak tetapi bersifat temporer
|
Bergaul
dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif serta bertahan lebih
lama
|
2
|
Adanya
ketergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat komformitas
yang tinggi
|
Ketergantungan
kepada kelompok sebaya berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat
pilihannya yang banyak memiliki kesamaan minat, dan sebagainya
|
3
|
Adanya
ambivalensi antar keinginan bebas dari dominasi pengaru orang tua dengan
kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tuanya
|
Mulai
dapat memelihara jarak dan batas-batas kebebasannya mana yang harus
dirundingkan dengan orang tuanya
|
4
|
Dengan
sikapnya dan cara berpikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau
sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para
pendukungnya (orang dewasa)
|
Sudah
dapat memisahkan antara nilai-nilai dengan kaidah-kaidah normatif yang
universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat keliru atau
kesalahan
|
5
|
Mengidentifikasi
dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe
idolanya
|
|
c)
Pada Usia Dewasa
Usia
di atas 20 tahun dikelompokkan sebagai usia dewasa. Kelompok usia dewasa dibagi
lagi menjadi kelompok usia dewasa muda (usia 20 tahun sampai usia usia 40
tahun) dewasa (usia 40 tahun sampai dengan 65 tahun) dan dewasa lanjut (usia 65
tahun ke atas). Tiap rentang usia memiliki karakteristik sendiri, tetapi
karakteristik tersebut tidak sedinamis dan beragam seperti karakteristik
perkembangan pada rentang-rentang usia sebelumnya. Hampir seluruh aspek
kepribadian mencapai puncak kematangannya pada akhir masa adolesen, atau masa
dewasa muda.
C.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Kepribadian
·
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga,
tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1.
Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih
luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2.
Kematangan Anak
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi
dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah
mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya. Dari pihak anak
itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah
ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak
akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal
tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4.
Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5.
Kapasitas Mental, Emosi
dan Intelegensi
Kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan
sosial anak. Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
·
Perkembangan Kepribadian
Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti fisik, sosial, kebudayaan,
spiritual).
1. Fisik
Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah
postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik atau
tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau
cacat), dan keberfungsian organ tubuh.
2. Intelegensi
Tingkat
intelegensi individu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Idividu
yang intelegensinya tinggi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami
hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
3. Keluarga
Suasana
atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang
anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam
arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam
kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung
positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken
home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak
memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan
kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam
penyesuaian dirinya.
D. Pengaruh
Perkembangan Sosial dan Kepribadian Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat
memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,
yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan
orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain,
bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide
dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain,
termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan
kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya. Disamping itu pengaruh egosentrisme sering terlihat,
diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri,
tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis
yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang
lain dalam penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan
penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka
sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa
egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
E.
Implikasi Perkembangan
Sosial dan Kepribadian terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
1. Lingkungan
Keluarga
Dalam konteks bimbingan
orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh
orang tua yaitu :
a.
Pola asuh bina kasih (induction)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal
terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
b.
Pola asuh unjuk kuasa
(power assertion)
Yaitu pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat
menerimanya.
c. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta
kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya,
tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang tuanya maka
cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks
pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan
sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah
pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh
orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan
yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap
keputusan atau perlakuan orang tuanya
2. Lingkungan Sekolah
Di dalam mengembankan
hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan
yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan
selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang
diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru
tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain
menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan
dapat berkembang secara maksimal.
3. Lingkungan
Masyarakat
a)
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu
dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang
bermanfaat.
b)
Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti ,
bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar